Kamis, 01 Oktober 2020

Andaikan tuhan bisa di nego!

 Andaikan tuhan bisa dinego, mungkin semua orang akan berpihak pada ke inginan manusia. 

Andaikan tuhan bisa dinego, mungkin tidak pernah adanya marah pada manusia.

Andaikan tuhan bisa dinego, tidak mungkin adanya ruang belajar diluar ekspektasi

Negosiasi tidak ada dalam kamus tuhan. Tuhan hanya punya ketetapan. Kamu tak tahu apa harus memilih apa. Semua ketakutan berporos pada mu. Tuhan memang tak bisa di nego.


Senin, 29 Juli 2019

Sendiri tanpa bahagia

Hancur!
Pecah!
Berserak!

Untuk apa mengucapkan sayang?
Untuk merasakan pedihnya kecewa?
Atau untuk menutupi kesalahan?

Argh.... Terlalu bodoh menerima sayang yang dibuat-buat.

Janji?
Semuanya tidak ada yang ditepati!
Janji tanpa bukti, sama saja bohong berkali-kali lipat!

Sendiri?
Iya... Jauh lebih indah memang sendiri. Menyendiri ditengah hiruk pikuk problema
menyendiri mencari ruang tenang untuk sebuah kebahagiaan
Menyendiri tanpa perlu mengkhawatirkan orang lain

Membenci sebenarnya tidak sanggup
Marah juga tidak mampu menahan
Semua ada masanya
Itu jawaban klise yang tidak dibutuhkan sekarang

Buang saja semua itu
Buang....
Agar semua terbuang tak bersisa

Cukup sisakan sedikit kenangan bahagia
Agar bisa diingat bahwa masih ada bahagia disana

Sabtu, 27 Juli 2019

Berhutang itu bikin pusing, lakukan hal ini agar hutang lunas!

Berhutang itu seperti sebuah kebiasaan akhir-akhir ini. Ngak tahu ya kenapa hutang ngak keluar-keluar. Semakin hari bukanya semakin berkurang, malah semakin bertambah.

Pas banget ini dengan pepatah, besar pasak dari pada tiang. Pengen nangis sebenarnya. Ngak tahu lagi bagaimana cara untuk menyiasati agar hutang-hutang segera lunas.

Sebenarnya 2 tahun yang lalu, kehidupan Alhamdulillah selalu cukup dan bahkan bisa menyisihkan penghasilan untuk biaya sekolah adik dan untuk mama.

Sekarang?? Jangankan untuk membantu keluarga. Buat kami saja ngak cukup.

Sedih memang!

Untuk semuanya lunas memang perlu sebuah keharusan untuk menutup semua celah memperlebar hutang.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan, antara lain :
  1. Perkecil pengeluaran untuk makan
Ini bener banget loh. Kami itu suka kuliner. Pas ada uang, pengennya belanja aja. Nah… demi pelunasan hutang harus siap sedia untuk menahan nafsu belanja makanan dalam bentuk apapun. Ngak papa makan pakai cabe saja. Itupun kalau mau. Setidaknya jika biasa makan ikan basah 1 potong sekali makan , dikurangi saja porsinya jadi setengah. Ngak sesuai dengan anjuran kesehatan!

Iya memang harus tidak sesuai dulu, sepanjang hutang masih banyak. Beneran irit biaya makan lah pokoknya.

  1. Tutup hutang satu persatu
Perlahan yang hasil pengiritan biaya makan, bisa diangsur jadi pembayaran hutang. Setidaknya jadi lebih ringan beban hutangnya.

  1. Tahan hati buat beli-beli barang walaupun discount
Nah….. jangan tergoda buat beli apapun itu. Meskipun discount nya sampai 90%. Tahan godaan ngak sih? Namun, bener banget ini memang harus dilakukan demi mengurangi beban pikiran dan beban pengeluaran. Jadi harus tutup mata dan hati buat lihat yang discount itu.

  1. Jangan membuka hutang baru walaupun alasan arisan
Nah….. ini juga nih. Saya sering tergiur juga buat arisan. Alasan nabung, tapi malah minta dapat diawal. Hihihi…. Akhirnya terhitung hutang dong ya? Hiks… hiks…


Artinya apa??? Kita yang harus jeli mengatur pengeluaran. Musti tahan-tahan diri, agar hutang bisa lunas semua lunas nya.

Minggu, 16 September 2018

Menulis Dengan Perspektif Mubaadalah

Sekitar akhir Bulan Agustus saya kontakan dengan Kak Alif dari Famm Indonesia. Kak Alif juga aktif di Fahmina Institut, Cirebon. Saat itu beliau menyampaikan bahwa akan ada kegiatan Fahmina untuk training penulis ulama perempuan. Kak Alif menawarkan untuk ikut dalam training penulis tersebut. 


Selang beberapa waktu setelah itu, saya dikontak oleh Mbak Ida selaku panitia acara. Ternyata ada beberapa syarat untuk training penulisan ini. Saya diminta mengirimkan 2 tulisan dengan memilih 2 tema, yaitu: relasi gender, keberagaman dan toleransi. Deadline pengumpulan tulisan akhir Agustus. Saya menyemangati dan memaksakan diri untuk menyelesaikan dua tulisan itu ditengah aktifitas yang padat. 

Tulisan saya kirim ke email yang dicantumkan Mbak Ida. Menunggu beberapa hari dan keluar pengumuman untuk kerangka acuan kegiatan serta. Konfirmasi kehadiran. Bersyukur nya kegiatan ini dilaksanakan di Padang dan saat akhir minggu. 

Saya datang terlambat saat itu, acara dimulai pukul 16.00WIB, saya baru bisa bergabung setelah isya dikelas. Kelas ini dipandu oleh fasilitator Mas Rosyid dan Ibu Silvia Hanani. Peserta diminta untuk menulis satu tulisan dengan perspektif mubaadalah seperti tulisan-tulisan yang sudah diterbitkan di portal mubaadalahnews

Jujur saya ngak bisa nulis lagi saat itu, tubuh meminta rehat setelah aktifitas padat dan perjalanan Pasaman-Padang. Saya malam itu langsung tidur dikamar. 

Menulis saya lakukan setelah subuh dan sarapan pagi. Ketika masuk kelas, ternyata sudah ada 16 orang yang setor tulisan ke Mas Rosyid. Saya beneran malu, sudahlah datang terlambat keacara. Setoran tulisan juga telat! Tulisan saya selesaikan saat coffe break dan istirahat siang. 

Pagi masuk kelas jam 08.00wib, kami disuguhi ilmu luar biasa dari Kiyai Faqih. Beliau Direktur Fahmina Institut dan dosen di IAIN Cirebon. Belajar tentang perpektif Mubaadalah untuk menterjemahkan teks Al-Qur'an dan Hadist. Perspektif ini menggunakan prinsip kesalingan. Bagaimana memaknai teks Al-Qur'an dan Hadist tersebut dari kedua belah (perempuan dan laki-laki) pihak. Saya suka dengan perspektif ini.



Ketika Al-Qur'an meminta laki-laki berbuat baik kepada istrinya, maka hal yang sebaliknya juga harus dilakukan oleh perempuan kepada suaminya. Ada prinsip kesalingan disana. 

Pembahasan perspektif Mubaadalah ini tidak cukup dengan waktu 4,5 jam. Setidaknya penjelasan Kiyai Faqih sudah membuat mata terbuka dan wawasan pun bertambah. Bahwa Islam adalah agama rahmat bagi seluruh alam. Tetapi karena pembacaan teks Al-Qur'an dan hadist selama ini tidak menggunakan prinsip kesalingan dan perspektif Mubaadalah, sehingga terkesan menguntungkan salah satu pihak saja. 

Setelah istirahat siang, kami belajar terkait media diera digital bersama Mbak Kalis. Saya benar-benar melongo dengan data-data yang disampaikan oleh Mbak Kalis terkait dengan media HOAX. Media online yang jelas-jelas berkonten ilmu dan pengetahuan itu seakan-akan tidak laku. Hal ini disebabkan begitu masifnya media online (portal berita, media sosial,dll) memberitakan informasi-informasi yang belum teruji kebenarannya. Semua itu dilakukan demi kepentingan sekelompok orang dan dipolitisi. 

Sehingga latar belakang itulah Fahmina Institut melalui portal mubaadalahnews mengedukasi masyarakat dengan perspektif mubaadalah tersebut memandang laki-laki dan perempuan dengan prinsip kesalingan. Tidak menuntut hanya pada perempuan saja, tetapi laki-laki juga melakukan hal yang sama. Begitu juga sebaliknya, sehingga tercipta kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan.

Saya berhasil membuat dua tulisan dengan tema relasi gender. Saya menceritakan tentang pernikahan seperti mainan bongkar pasang dan menyampaikan bahwa begitu sulitnya menjadi seorang perempuan yang dipoligami. Tulisan ini berangkat dari pengalaman pribadi. Saya menuliskan ini juga sebagai healing untuk diri sendiri. 

Kamis, 23 Agustus 2018

MENAKAR KEMBALI RASA TOLERANSI DIDALAM DIRI


Kalimat “Bhinneka Tunggal Ika” paling sering kita dengar saat duduk dibangku sekolah. Katanya ini adalah semboyan bangsa Indonesia dan tertulis pada lambang negara Indonesia. Kalimat ini berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya adalah “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Saya paling ingat ketika belajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), selalu ditanamkan kepada siswa-siswi terkait dengan Bhineka Tunggal Ika. Walaupun saya sekolah di Sekolah Dasar Islam dan Sekolah Menengah Pertama Islam, namun setiap pelajaran PPKN selalu diinternalisasi nilai-nilai toleransi. Terutama persoalan kerukunan umat beragama. 
 
Guru saya selalu menyampaikan bahwa kita sebagai umat islam harus menghargai umat agama lain untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya. Beliau juga menjelaskan kita tidak boleh mengganggu umat lain yang tengah menjalankan ibadahnya. 

Namun apa yang kita temukan hari ini??? Konflik horizontal berbau agama ini sering muncul dalam pemberitaan. Mulai dari penyerangan rumah ibadah, terorisme dan terakhir kasus-kasus penistaan agama. Sangat sedih melihat sikap anarkis yang menjual perjuangan sebuah agama untuk menghancurkan nilai-nilai kebaikan dari agama itu sendiri. Ketika kita lihat sejarah bagaiamana islam masuk ke Indonesia tentu kita akan serentak menjawab, islam masuk dengan damai. Karena dipelajaran sejarah selalu disampaikan hal itu.

Tetapi melihat kondisi indonesia sekarang, seakan-akan nilai yang ditanamkan saat dibangku sekolah hilang terkikis oleh rasa benci dan kemarahan. Pertanyaannya mengapa bisa kita benci pada orang lain, karena berbeda pandangan terkait agama? Atau bagaimana kita bisa marah, karena mereka bukan dari golongan yang sama?

Data dari SETARA Institut membuat saya takjub. Hingga pertengahan tahun 2018, tepatnya 30 Juni 2018, SETARA Institute mencatat 109 peristiwa pelanggaran Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) dengan 136 tindakan. Peristiwa pelanggaran KBB tersebar di 20 provinsi. Data dibawah ini juga membuat kita harus berfikir ulang terkait kondisi sikap toleransi dan menghargai orang lain dengan latar belakang agama atau aspek apapun.


Kita perlu menakar kembali rasa toleransi didalam diri kita. Apakah ujaran kebencian ini membuat kita lebih tenang dan bahagia menjalankan agama? Saya yakin dan percaya jawabannya adalah tidak. Bagaimana akan tenang dan bahagia, kalau setiap waktu resah dengan aktifitas kelompok lain. Kita terus memelihara rasa curiga yang luar biasa kepada kelompok tertentu. 

Minimnya rasa toleransi ini sangat terasa semenjak pemilu serentak, isu agama seakan-akan paling seksi untuk dijadikan bahan kampanye. Sehingga ini memperuncing perbedaan yang ada. Padahal sikap seperti ini sangat tidak relevan, dipelihara dengan kondisi Indonesia yang beragam. 

Ketika saya menulis terkait bagaimana menghargai dan hidup damai dengan agama yang lain. Akan ada celetukan dari teman-teman bahawa saya liberal dan dengan label-label yang membuat kita tidak nyaman. Padahal Rasulullah pun menghadapi orang-orang kafir dengan perilaku yang baik. Saya teringat satu cerita bagaimana Rasulullah tidak membalas perlakuan kaum kafir yang melemparkan kotoran hewan kepada beliau. Rasulullah memberikan senyuman dan perlakuan baik kepada mereka. Memang kesabaran Rasulullah diluar batas yang ada dibandingkan kita umatnya. Namun, itu pulalah Allah memberikan contoh melalui Rasulullah dalam kehidupan dengan kondisi manusia yang beragam. 

Hal ini juga digambarkan dalam film Ayat-Ayat Cinta 2, hidup ditengah keberagaman dan selalu dicacimaki oleh tetangga yang beragama berbeda. Namun, dengan kesabaran tidak membalas dengan cacian dan makian juga. Bahkan memebrikan bantuan kepada tetangga yang kesusahan. 

Rasa empati, toleransi dan penghargaan ini lah yang seharusnya muncul dari ke shalehan kita menjalankan ajaran agama. Sekarang kita perlu merenungkan kembali, sejauh mana kita sudah mengaplikasikan nilai-nilai keislaman dalam bentuk perilaku?     



KETIMPANGAN RELASI DALAM PERNIKAHAN


Hubungan antara perempuan dan laki-laki merupakan sebuah perjalanan panjang pada bingkai rumah tangga. Bagaimana tidak, ketika memutuskan menikah dan mengucapkan ijab qabul, maka sebuah perjanjian besar telah terjadi antara laki-laki dengan Allah. Menyatukan dua keluarga besar dan beralihnya tanggung jawab ayah kepada suami. 
 
Banyak orang membayangkan bahwa perempuan menjadi pelayanan bagi suaminya kelak. Semua urusan domestik, tanpa butuh kesepakatan langsung menjadi tanggung jawab istri. Meskipun istri juga bekerja diranah publik. Kemudian ketika memiliki anak, semua urusan pengasuhan menjadi tanggung jawab ibu. 

Begitu besar beban yang akan dihadapi perempuan. Belum lagi membayangkan perempuan yang berada dalam lingkaran kemiskinan. Ketika saya mengunjungi sebuah daerah di salah satu kabupaten di Sumatera Barat yang menganut sistem patrilineal. Saya merasa sangat sedih. Saat itu seorang ibu menggendong anaknya, lalu membawa kayu bakar diatas kepala dan membawa satu tas di tangannya. Suaminya hanya membawa kayu bakar saja setelah itu suaminya berhenti di sebuah warung beristirahat. Sementara istri sesampainya di rumah harus menyiapkan makanan lagi untuk anak-anak mereka yang berjumlah 8 orang. 

Saya menanyakan mengapa ibu mau seperti ini? Lalu memiliki anak yang banyak sementara kondisi ekonomi benar-benar dibawah kata sejahtera. Menurut beliau, karena suami itu harus dimuliakan. Kemudian dalam pemahamannya suami harus dilayani dengan sebaik mungkin. Biarlah istri menerima beban 3 kali lipat asalkan suami bahagia. Saya terenyuh... Dengan anak yang banyak pada akhirnya anak-anak tidak menyelesaikan pendidikan formal. Dengan kondisi ekonomi yang sulit mengharuskan anak-anak bekerja membantu orang tua. Sementara suami jika dilihat dari waktu yang dia punya. Masih bisa berkumpul dengan teman-temannya di warung. 



Ada ketimpangan relasi antara perempuan dan laki-laki pada ikatan pernikahan ini. Laki-laki menjadi pemilik dari perempuan. Sehingga dia bebas melakukan apapun yang dia mau, sementara perempuan harus mengikuti seperti maunya laki-laki.

Cerita ini saya sampaikan ketika sosialisasi perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan, bersama P2TP2A Kabupaten.  Bapak-bapak yang hadir saat itupun tidak mampu menyela kebiasaan yang terjadi. Mereka hanya diam dan seakan-akan mengaminkan perkataan saya. Ketika saya masuk dalam konteks kekerasan dalam rumah tangga yang berawal dari beban kerja ibu yang banyak itu. Bapak-bapak malah menyalahkan ibu-ibu. Menurut mereka ibu-ibu ini terlalu banyak bicara, sehingga kadang memunculkan pertengkaran didalam. Padahal kondisi psikologis ibu dengan beban yang besar itulah membuat ibu lelah dan emosi menjadi tidak stabil. 

Saya juga menanyakan apakah bapak-bapak mau membantu kegiatan domestik dirumah? Serentak mereka hanya tertawa dan mengatakan itulah tugas perempuan. Argh.... Saya menyadari bahwa pola pikir patriakhi yang tertanam lama dalam dirinya serta dilegalkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk kebiasaan turun temurun. Menjadikan itu sebuah kebenaran. Membantu perempuan untuk urusan domestik adalah sebuah pelanggaran dan diluar kebiasaan yang ada. Tidak ada pula laki-laki yang mau melakukan karena mereka mengkhawatirkan akan dibully oleh teman-temannya di warung.
Apakah benar Allah menginginkan hal seperti ini relasi antara perempuan dan laki-laki dalam ikatan pernikahan?? Lalu apakah benar hal yang demikian dicontohkan oleh Nabi Besar Muhammad SAW?? Tentu saja jawabannya tidak. Banyak literatur yang menjelaskan bahwa Rasulullah juga membantu Aisyah urusan domestik. Namun, kebanyakan dari masyarakat kita tidak tahu itu. Karena mereka hanya memahami potongan dari surat An-Nisa’, ayat 34 sebagai berikut :
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ
“Kaum pria adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (pria) atas sebagian yang lain (wanita)...

Membaca potongan ayat tanpa melihat sebab turunnya ayat tersebut, kemudian disampaikan oleh ustadz-ustadz saat ceramah kepada masyarakat awam. Maka yang akan ditangkap oleh masyarakat saat itu adalah, bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan. Hanya sebatas itu saja, lalu digeneralisir kesemua relasi antara laki-laki dan perempuan tanpa melihat situasi dan kondisi.

Minggu, 19 Agustus 2018

Insyaallah, Perempuan!

16 Agustus 2018, jadwal booking pemeriksaan dengan dokter ahli kandungan di Payakumbuh. Sengaja saya periksa kehamilan (USG 4D) di Payakumbuh, karena harganya sangat terjangkau. Untuk USG 4D saja, pasien dikenakan tarif Rp. 100.000,-. Untuk obat-obatan nya tergantung jenis dan merek obat yang diberikan. Itu pun selama ini saya USG 4D dengan harga Rp. 90.000,-. Sudah plus biaya konsultasi dengan dokter nya juga ya. 

Bahagianya kita bisa mendapatkan pelajaran dengan dokter spesialis, namun tidak membuat isi dompet tipis. Saya ngak mau membandingkan dengan kabupaten, tempat kami berdomisili. Biaya konsultasi dan USG saja udah berbeda. Belum lagi ada pilihan 2D, 3D dan 4D dengan tarif yang berbeda-beda. Lebih besar biaya yang dikeluarkan karena ditambah obat-obatan. Disini saya USG, menggunakan fasikfasi BPJS saja. Hemat biaya, walaupun waktu akan habis lebih lama antri di RSUD. Hehehe

Kemaren itu adalah USG 4D yang kedua saya. Sebelumnya saya juga sudah USG di RSUD dengan fasilitas BPJS 2 kali. Seperti yang saya tulis sebelumnya, bahwa saya mengidap Hidronefrosis. Oleh karena itu saya sangat was-was dengan kehamilan saat ini. USG adalah bagian dari ikhtiar saya memastikan bahwa kondisi bayi dan saya baik-baik saja. 

Berhubung usia kandungan saya saat ini sudah 24-25 Minggu, ketika konsultasi saya spontan saja menanyakan jenis kelamin janin. Dokternya sibuk melihat kondisi janin sambil menerangkan kepada saya bagaimana janin didalam. Salah satu persoalannya adalah janin posisi sungsang, artinya saya harus banyak-banyak posisi sujud. Tujuannya agar nanti ketika dekat hari kelahiran posisi janin bisa dilahirkan normal. Ya.... Walaupun ini masih bisa berubah-ubah posisinya. 

Bersyukur sekali janin sehat didalam. Saya melihat posisi tangannya yang sengaja menutupi wajah. Melihat jari-jari tangannya. Melihat kaki, kepala, wajah, plasenta yang menutupi sebagian wajah dan mendengarkan detak jantung janin yang normal. Masyallah..... Saya terharu sekaligus bahagia luar biasa.. 

Benar seperti yang selalu disebut-sebut Mizan, bahwa nama adeknya nanti NINI. Saya tidak tahu bagaimana Mizan bisa memberikan informasi seperti itu kepada kami semua. Orang-orang pun banyak mendo'akan janinnya perempuan. Allah memberikan amanah yang luar biasa disaat kondisi tubuh seperti ini. Lalu Allah berikan dengan rejeki janin yang sehat dan insyaallah kata dokter nanti perempuan. 😭😭😭

Seperti yang disampaikan oleh Allah pada surat ke 55.Ar-Rahmān : 13
فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Artinya : Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Saat ini saya tertegun. Keluar dari ruang pemeriksaan dan diatas motor, tanpa sadar saya menangis. Allah sungguh memberikan cobaan disaat saya merasa tidak bisa. Ketika saya terus melatih diri menerima semua dengan ikhlas, Allah berikan saya kejutan yang luar biasa. Astaghfirullah.... Ternyata selama ini saya terlalu lalai dan lupa bahwa Allah adalah pencipta segala isi jagad raya ini. Terlalu sombong dan angkuhnya saya. 😭😭😭

Malu dengan pemberian Allah yang begitu sempurna... 

Ketika sampai dirumah dan menyampaikan ke ayah dan Mizan, bahwa janin ini berjenis kelamin insyaallah perempuan. Saya memeluk Mizan... Bahwa Mizan sebagai perpanjang tangan Allah untuk kami sekeluarga. Melalui Mizan Allah menitipkan pesan bahwa saya harus tetap kuat menjalani ini semua. Karena Allah akan memberikan kado terindah untuk keluarga kecil kami. 

Alhamdulillah wa syukurillah... 
Semoga saya bisa melahirkan dengan normal dan kami berdua sehat serta bahagia. 😍😍