Minggu, 06 Mei 2018

Kita Mudah Percaya Pada Hoax

Sesi paling berharga dan membuat saya tertunduk malu saat mengikuti kegiatan Sakti Peksos adalah materi tentang komunikasi dan informasi pada era digital yang disampaikan oleh Staf Khusus Mentri Sosial. Menurut Beliau pada era digital ini kita sebagai pengguna harus cerdas menilai dan menyaring informasi. Karena tidak semua informasi itu benar dan tidak semua juga salah, namun perlu kita untuk pintar menilai informasi yang benar itu. Tidak heran satu foto bisa berbedanya penjelasannya, karena foto itu dapat diubah-ubah engle nya. Sehingga membuat sudut pandang yang berbeda-beda juga. 

Mengejutkan sekali data yang disajikan tentang pengguna ponsel di Indonesia, dari 262 juta jiwa populasi di Indonesia 371,4 juta menggunakan handphone. Penggunanya lebih besar dari jumlah populasi, artinya apa??? Satu orang bisa menggunakannya lebih dari satu ponsel. Hayuk.... Angkat tangan yang punya lebih dari satu ponsel. 🙋 Ketahuan sekali kita konsumen startegis bagi produsen ponsel. Hehehe

Ketika awal-awal saya menggunakan ponsel masih model monophonik, bunyi ponselnya masih tunit...tunit... Kalau sekarang istilahnya dunia dalam genggaman, apa-apa bisa dicari melalui ponsel. Tinggal sentuh-sentuh layar lalu bisa muncul apa yang dicari. Terus bisa lihat foto, video bahkan gambar lokasi rumah orang. Keren ngak tuh?

Perkembangan jaman yang dulu model jaringan 2G sekarang sudah 4G bahkan 5G. Semakin mempercepat kita mengakses informasi melalui internet. Kemudian membuat kita seakan-akan internet adalah sumber kebenaran satu-satunya. Padahal internet juga banjir hoax!

Menurut Staf Khusus Mentri Sosial dari hasil riset yang sudah dilakukan ternyata berita hoax itu 43,5% sangat mengganggu, 41% mengganggu dan 15,4% tidak menggangu. Saya pribadi masuk pada pilihan pertama, sangat menggangu! Apalagi berita hoax yang tampil di timeline facebook, bikin mual melihat informasi nya itu. Karena kita baru melek teknologi jadi baru hanya sekedar bisa menggunakan belum cerdas menggunakan dan menyaring informasi yang ada. Semua yang muncul di facebooknya dianggap benar dan dishare. Padahal foto nya sudah hasil editan photoshop, lalu dengan lantang bilang ini adalah benar. Huhuhu...

Kami ditampilkan video hoax saat itu, dimana ada orang yang meletakkan bom ke sebuah mobil. Lalu dia pergi dan bom meledak, setelah itu datang segerombolan orang dan pura-pura jadi korban ledakan bom. Astaghfirullah..... Sampai segitunya niat nya orang bikin berita hoax. Terus beritanya diupload dimana-mana dan jadi viral naik ke media elektronik. Terjadilah sebuah pembenaran dari video hoax tadi. Ahrg.... Kalau dilihat sekilas dan hasil pemotongan proses orang-orang berdatangan pada rekaman video itu, maka video itu dapat kita terima bahwa benar terjadi pemboman dan banyak korbannya. 

Tidak hanya itu, 75,9% responden sangat setuju informasi hoax mengganggu kerukunan dalam masyarakat. Saya merasakan dengan beberapa teman yang fanatik sama informasi di media sosial dan media elektronik. Mau bagaimana pun kita menjelaskan terkait informasi itu dari perspektif keilmuan, dia tetap ngotot bahwa informasi di media sosial dan elektronik itu benar adanya. Padahal udah jelas-jelas itu hoax, karena sumbernya saja tidak jelas. 😂

Saya tertunduk malu dan kelihatan sekali kalau saya bodoh pada era digital ini. Kenapa?? Karena saya punya semua akun media sosial dan terkadang suka share semua informasi kegiatan di media sosial yang jelas-jelas akan terekam jejak digital disana. Heiuy.... Apa yang di-posting akan abadi di dunia digital itu. Sekarang yang paling dibutuhkan itu adalah bagaimana kita mampu memfilter informasi apa yang masuk melalui akun-akun media sosial yang kita punya. Jangan sampai kita malah menjadi pelaku penyebar hoax juga. 

Saya juga shock melihat data pengguna media sosial di Indonesia. Ternyata kita berada di nomer urut 1 pengguna Instagram, nomer urut 3 pengguna Twitter, nomer urut 4 pengguna YouTube dan Facebook. Sehingga wajar rata-rata kita menghabiskan waktu 8-11  jam per hari menggunakan ponsel dan itu untuk berselancar di internet tentunya. 

Bikin saya semakin malu adalah minat baca kita yang semakin rendah, kita berada di nomer urut 60 dari 61 negara. Wow....... lalu kita hanya mampu membaca rata-rata 27 halaman pertahun. Paling bikin malu nya, kita 60% tidak punya rekening tabungan. Tetapi 85% punya ponsel. 

Ini benar-benar bikin saya malu dengan diri sendiri. Sekalipun punya rekening tabungan, tapi ngak pernah di isi dan semuanya hanya sebatas transfer gaji saja. Hiks hiks hiks...