Sabtu, 17 Februari 2018

Menggugat Rasa Syukur

Hari ini saya pinjam e-book yang berjudul Tuhan, Maaf, Kami Belum Bersyukur dari iPusnas. Buku karya Irja Nasrullah ini belum selesai saya baca memang. Baru halaman 48, kalau tidak salah. Namun,  saya tertegun ketika membaca kalimat berikut : "Apa yang diberikan allah sangat cukup buat kita, sebab pemberian allah berdasarkan cinta, kendati kepada orang durhaka".

Astaghfirullah..... Ini membuat saya melihat kedalam diri sendiri, sejauh mana mampu bersyukur atas semua pemberian tuhan? Rejeki dengan segala bentuknya apakah sudah dipandang sebagai sebuah rejeki?

Terlalu dalam makna dari kalimat itu! Saya berfikir bahwa selama ini hanya mampu menerima, lalu menikmati dengan gaya pongah. Lupa, bahwa ada tangan allah disetiap tarikan nafas ini. Memang menjadi peribadi yang selalu bersyukur itu butuh latihan ekstra. Sekalipun iman ini akan naik turun, tetapi rasa syukur harus terus ditingkatkan.

Kadang kala kita mencoba merayu allah meminta sesuatu, nah giliran sudah dapat kita lengah dan lupa menyatakan terimakasih kepada nya. Sering kali diri ini berkeluh kesah kepada allah untuk dilimpahkan rejeki kepada keluarga kami. Begitu sering juga lupa melihat bahwa rejeki tidak hanya persoalan uang. Karena ada rejeki dengan model yang lain untuk kita dan itu sudah dipastikan allah cukup untuk kita. Kita saja yang suka tidak sabaran atau meragukan janji allah.

Membuat allah selalu kecewa dengan tingkah laku ini. Perintah allah itu sederhana saja kepada kita, yaitu beribadah. Namun, mengapa itu yang selalu sulit di lakukan dan ditingkatkan.

Pesan-pesan cinta allah itu selalu ada disetiap ruang berfikir ini. Tetap saja diri ini lemah dalam mengaplikasikan semua teori yang masuk. Memang tidak ada artinya diri yang lemah ini didepan sang pencipta nya.