Minggu, 23 April 2017

Jangan Tanya Kerjanya


27 tahun saya menikmati kehidupan didunia dengan segala bentuk sensasi yang dirancang oleh allah. Semua aktifitas keluarga saya sudah pahami hari ini, namun saya tidak mampu mencermati dan memahmi menyoal peran ayah dirumah seperti yang dikonstruksi oleh masyarakat. Bahwa laki-laki yang Status nya sebagai seorang ayah akan berperan sebagai kepala keluarga yang nantinya bertanggung jawab pada nafkah untuk keluarganya. Semudah itu ternyata tugas seorang ayah, tidak perlu dia memikirkan apa yang harus dipersiapkan dirumah, tidak perlu juga memikirkan bagaimana pendidikan anak nya, tidak juga akan disibukan oleh tugas-tugas rumah yang menguras waktu serta tenaga. Hanya itu perannya, bekerja diluar rumah mendapatkan penghasilan. Kemudian penghasilannya diberikan kepada istri, selanjutnya proses managemennya ditangan istri. Terlalu mudah untuk semua itu sepertinya, tapi itulah realita yang terjadi dalam masyarakat. Tanpa membuka private sebagai ibu atau istri pun, peran yang demikian secara alami disengaja hadir ditengah-tengah kita. Kenapa saya bilang ini alami disengaja, karena ini kesannya alamiah terjadi. Namun, sesungguhnya sudah ada proses penanaman nilai tersebut dalam diri masing-masing individu berdasarkan pengalamannya dilingkungan sosial.




Bentukan masyarakat yang mengatakan laki-laki adalah orang yang akan memenuhi segala kebutuhan keluarga sehingga di harus bekerja diluar rumah. Saya tidak menemukan konstruksi sosial seperti ini dalam keluarga. Saya tidak menjumpai yang namanya ayah banting tulang untuk mengumpulkan recehan yang berserak dimuka bumi ini. Saya juga tidak pernah menemukan ayah seharian bekerja diluar rumah dan kemudian memberikan uang untuk istri dan anak-anaknya setiap hari. 

19 tahun saya melihat bahwa yang banting tulang mencukupi kebutuhan rumah tangga itu adalah ibu, bukan ayah sekali lagi bukan ayah. Saya heran sebenarnya ketika kami pagi2 pergi sekolah, ayah masih asyik dalam dunia mimpinya. Dia masih berteman dengan bantal dan selimut. Sementara ibu sudah mulai mengurus kami yang akan sekolah dan stelah itu melanjutkan pekerjaannya untuk mengumpulan puing-puing receh yang nantinya digunakan untuk mengganjal cacing yang demo dalam perut kami. Ayah itu juga tidak melakukan pekerjaan rumah, dia hanya bagun dari tempat tidur. Lalu pergi keluar rumah dengan baju yang rapi dan pulang pun tidak bawa apa-apa, ibu juga tidak ribut. Lucu memang pasangan ini. Tapi anehnya, masyarakat tidak mempertanyakan itu. Tidak ada juga kontrol dari nilai yang ada pada masyarakat untuk peran seorang ayah. 

Aneh memang. Saya pun mempertanyakannya sejak lama, apa pekerjaan ayah??? Karena setiap mengisi blangko di sekolah pada bagian pekerjaan ayah, saya selalu saja tidak tahu apa yang mau ditulis. karena saya tidak tahu apa yang dilakukan ayah ketika keluar rumah dan pulang pun tidak ada membawa apa-apa. Tempat dia bekerja pun tidak ada. Saya juga malu mengatakan kalau dia pengangguran tingkat dewa. Karena semua ayah kawan-kawan saya punya pekerjaan dan mereka mengetahui itu. Lantas saya??? Sampai saya berfikir, bagaimana kalau tidak ada kolom yang menanyakan soal pekerjaan ayah. karena itu akan memancing untuk saya harus berbohong, saya akan menulis apa yang tidak dia kerjakan. Lagi-lagi menyelamatkan reputasinya sebagai ayah yang dikonstruksi oleh masyarakat. Orang tidak pernah dan tidak akan tahu apa yang terjadi dalam keluarga kami. Karena ibu selalu berhasil menutupi kurangnya ayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar