Setiap hari rabu di kelas Bunda Sayang Institu Ibu Profesional ada cemilan rabu. Biasanya
diisi dengan sharing artikel atau tulisan yang menyangkut dengan materi kuliah
setiap bulannya. Hari ini saya benar-benar merasa tertunduk dan menangis. Baru
tadi malam kami berdiskusi soal anak dan pengasuhan serta pendidikannya.
Membahas kekhawatiran-kekhawatiran dari pengasuhannya. Kami sebagai orang tua
yang tidak bisa full time untuk nya, kami yang juga memiliki amanah diranah
publik. Kadang kala ini menjadi tantangan tersendiri. Ingin sekali sesuai
dengan cara pengasuhan yang kita pahami, namun kita tentu tidak mungkin memaksa
untuk sama dengan orang lain pahami.
Membaca e-flyer diatas membuat saya teringat Nice Home Work (NHW) kelas Matrikulasi
IIP, ketika itu kami diminta untuk menuliskan misi spesifik kita diciptakan
oleh Allah. Mulai melihat kembali potensi
diri, kemudian melihat kembali anak dan suami dan membaca kehendak Allah
mengapa saya dihadirkan di tengah-tengah keluarga ini?
Mungkin melalui Hamizan Allah menitipkan pesan
bahwa keluarga kami adalah keluarga yang kuat untuk segala situasi dan kondisi.
Sesuai nama nya yang kami maknai sebagai penguat untuk keluarga kecil kami ini.
Saya menemukan fitrah bakat sebagai educator,
kemudian senang dengan dunia perencanaan. Khsusunya merencanakan aktifitas
pendidikan untuk anak.
Ketika melihat lingkungan dimana kami tinggal
saat ini, saya menghadapi tantangan luar biasa soal pemahaman pengasuhan anak. Gaya
belajar Hamizan cenderung kinstetik, menjadi sumber belajar bagi saya dan
ayahnya untuk menemukan fitrah bakatnya.
Amstrong
berpendapat bahwa kecerdasan kinestetik atau kecerdasan fisik adalah suatu
kecerdasan di mana saat menggunakannya seseorang mampu atau terampil
menggunakan anggota tubuhnya untuk melakukan gerakan seperti berlari, menari,
membangun sesuatu, melakukan kegiatan seni dan hasta karya. Ciri-ciri anak yang
memiliki kecerdasan tubuh atau fisik yaitu anak yang suka berolahraga, anak
juga dapat menirukan perilaku atau gerak-gerik orang lain, suka menari, suka
kegiatan luar ruangan. Anak menyukai kegiatan yang membutuhkan keterampilan
tangan , karena ketika ia berpikir, ia pun harus bergerak. Dengan kekuatan
fisik dan stamina yang lebih tinggi dibandingkan orang lain, maka orang dengan
kecerdasan tubuh biasanya menyukai kegiatan berbahaya. Pada penelitian ini yang
dimaksud kecerdasan kinestetik adalah suatu kecerdasan fisik di mana saat
menggunakannya seseorang terampil menggunakan anggota tubuhnya untuk melakukan
gerakan motorik kasar. Kecerdasan ini merupakan keahlian menggunakan seluruh
tubuh untuk menyampaikan ide, perasaan, dan keterampilan.[1]
Poinnya bagi saya adalah, hamizan ahli
menggunakan seluruh tubuh untuk menyampaikan ide, perasaan dan keterampilan. Dia
menyukai hal yang berbahaya bagi orang dewasa, padahal itu hal yang sangat
menantang bagi dia. Dia memanjat motor tanpa bantuan kami, menurut kami dia
tidak mungkin melakukannya sendiri dan berhasil duduk santai diatas motor
tersebut. Dia berani berjalan diatas motor tanpa memegang apa pun.
Kami membiarkan Hamizan untuk melakukan apa yang
ingin dia lakukan, kecuali yang benar-benar berbahaya. Dia mencoba
mengekplorasi lingkungan sekitar. Dia mencoba mengotak-atik peralatan milik
ayah. Dia membaca buku. Dia melompat-lompat. Dia mendengarkan muratal, musik
dan cerita yang ada di hafiz doll. Dia akan belajar dan bermain bersama didapur
kami.
Mungkin orang disekitar kami juga kaget dengan
pola asuh yang anti mainstrem dilingkungan
tempat tinggal kami ini. Karena tidak jarang orang menilai, bahwa kami
membiarkan anak melakukan apa yang dia suka. Tidak jarang juga orang menilai
bahwa, kami tidak bisa mengurus anak. sehingga anak dibiarkan begitu saja. Hehehe.....
Poin besarnya disini bagi kami adalah :
1. Berikan
stimulasi agar anak menemukan fitrah bakatnya
2. Dorong
anak untuk mengenal semua yang ada dilingkungan, sesuai dengan pepatah minang “Alam
Takambang Jadi Guru”
3. Membangun
kemandirian anak
4. Membangun
rasa tanggung jawab anak
Tugas kita sebagai orang tua atau orang dewasa
yang ada disekitar anak adalah melakukan sebaik-baiknya penjagaan terhadap
anak. Berperan sebagai fasilitator bagi anak menemukan fitrah bakat dan jati
dirinya nanti. Ini tidak hanya berlaku untuk anak kinestetik, namun untuk semua
anak dengan kecerdasan yang berbeda-beda. Agar anak tumbuh dengan bahagia dan
mampu menemukan bakat didalam dirinya tanpa paksaan.
Begitulah Allah menghadiahkan kami hidup
dilingkungan ini, mungkin Allah memberikan pesan agar kami berbagi cara pandang
yang berbeda dengan orang lain dalam pengasuhan anak. Kemudian sama-sama
membuka mata kita, bahwa kita perlu berbenah diri dan pengetahuan untuk
mewujudkan generasi emas yang lebih baik. Bukan berarti orang tua kita dahulu
gagal, tetapi ada yang perlu kita perbaiki dalam kualitas pengasuhannya. Saya pun
masih berjuang untuk memperbaiki diri dan meningkatkan pengetahuan sebagai
seorang ibu. Saya pribadi bukan lah orang dengan kecerdasan kinestetik yang
baik. Sehingga ini menjadi tantangan tersendiri menghadapi Hamizan.
Berkumpul dengan komunitas ibu-ibu profesional,
membuat saya belajar bahwa pengasuhan tidak hanya persoalan turun temurun. Namun,
ilmu yang harus dipelajari.
[1]
https://media.neliti.com. Sari, Mulya. Peningkatan Kecerdasan Kinestetik Melalui
Kegiatan Bermain Air. Online: diakses 10 Januari 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar