Jumat, 19 Januari 2018

Anak Adalah Masterpiece Karya Agung Tuhannya! Mari Belajar Membersamai Anak Kinestetik

Setiap hari rabu di kelas Bunda Sayang Institu Ibu Profesional ada cemilan rabu. Biasanya diisi dengan sharing artikel atau tulisan yang menyangkut dengan materi kuliah setiap bulannya. Hari ini saya benar-benar merasa tertunduk dan menangis. Baru tadi malam kami berdiskusi soal anak dan pengasuhan serta pendidikannya. Membahas kekhawatiran-kekhawatiran dari pengasuhannya. Kami sebagai orang tua yang tidak bisa full time untuk nya, kami yang juga memiliki amanah diranah publik. Kadang kala ini menjadi tantangan tersendiri. Ingin sekali sesuai dengan cara pengasuhan yang kita pahami, namun kita tentu tidak mungkin memaksa untuk sama dengan orang lain pahami.


Membaca e-flyer diatas membuat saya teringat Nice Home Work (NHW) kelas Matrikulasi IIP, ketika itu kami diminta untuk menuliskan misi spesifik kita diciptakan oleh Allah.  Mulai melihat kembali potensi diri, kemudian melihat kembali anak dan suami dan membaca kehendak Allah mengapa saya dihadirkan di tengah-tengah keluarga ini?

Mungkin melalui Hamizan Allah menitipkan pesan bahwa keluarga kami adalah keluarga yang kuat untuk segala situasi dan kondisi. Sesuai nama nya yang kami maknai sebagai penguat untuk keluarga kecil kami ini. Saya menemukan fitrah bakat sebagai educator, kemudian senang dengan dunia perencanaan. Khsusunya merencanakan aktifitas pendidikan untuk anak.  

Ketika melihat lingkungan dimana kami tinggal saat ini, saya menghadapi tantangan luar biasa soal pemahaman pengasuhan anak. Gaya belajar Hamizan cenderung kinstetik, menjadi sumber belajar bagi saya dan ayahnya untuk menemukan fitrah bakatnya. 

Amstrong berpendapat bahwa kecerdasan kinestetik atau kecerdasan fisik adalah suatu kecerdasan di mana saat menggunakannya seseorang mampu atau terampil menggunakan anggota tubuhnya untuk melakukan gerakan seperti berlari, menari, membangun sesuatu, melakukan kegiatan seni dan hasta karya. Ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan tubuh atau fisik yaitu anak yang suka berolahraga, anak juga dapat menirukan perilaku atau gerak-gerik orang lain, suka menari, suka kegiatan luar ruangan. Anak menyukai kegiatan yang membutuhkan keterampilan tangan , karena ketika ia berpikir, ia pun harus bergerak. Dengan kekuatan fisik dan stamina yang lebih tinggi dibandingkan orang lain, maka orang dengan kecerdasan tubuh biasanya menyukai kegiatan berbahaya. Pada penelitian ini yang dimaksud kecerdasan kinestetik adalah suatu kecerdasan fisik di mana saat menggunakannya seseorang terampil menggunakan anggota tubuhnya untuk melakukan gerakan motorik kasar. Kecerdasan ini merupakan keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk menyampaikan ide, perasaan, dan keterampilan.[1]

Poinnya bagi saya adalah, hamizan ahli menggunakan seluruh tubuh untuk menyampaikan ide, perasaan dan keterampilan. Dia menyukai hal yang berbahaya bagi orang dewasa, padahal itu hal yang sangat menantang bagi dia. Dia memanjat motor tanpa bantuan kami, menurut kami dia tidak mungkin melakukannya sendiri dan berhasil duduk santai diatas motor tersebut. Dia berani berjalan diatas motor tanpa memegang apa pun. 

Kami membiarkan Hamizan untuk melakukan apa yang ingin dia lakukan, kecuali yang benar-benar berbahaya. Dia mencoba mengekplorasi lingkungan sekitar. Dia mencoba mengotak-atik peralatan milik ayah. Dia membaca buku. Dia melompat-lompat. Dia mendengarkan muratal, musik dan cerita yang ada di hafiz doll. Dia akan belajar dan bermain bersama didapur kami.  

Mungkin orang disekitar kami juga kaget dengan pola asuh yang anti mainstrem dilingkungan tempat tinggal kami ini. Karena tidak jarang orang menilai, bahwa kami membiarkan anak melakukan apa yang dia suka. Tidak jarang juga orang menilai bahwa, kami tidak bisa mengurus anak. sehingga anak dibiarkan begitu saja. Hehehe.....

Poin besarnya disini bagi kami adalah :
1.      Berikan stimulasi agar anak menemukan fitrah bakatnya
2.      Dorong anak untuk mengenal semua yang ada dilingkungan, sesuai dengan pepatah minang “Alam Takambang Jadi Guru”
3.      Membangun kemandirian anak
4.      Membangun rasa tanggung jawab anak

Tugas kita sebagai orang tua atau orang dewasa yang ada disekitar anak adalah melakukan sebaik-baiknya penjagaan terhadap anak. Berperan sebagai fasilitator bagi anak menemukan fitrah bakat dan jati dirinya nanti. Ini tidak hanya berlaku untuk anak kinestetik, namun untuk semua anak dengan kecerdasan yang berbeda-beda. Agar anak tumbuh dengan bahagia dan mampu menemukan bakat didalam dirinya tanpa paksaan. 

Begitulah Allah menghadiahkan kami hidup dilingkungan ini, mungkin Allah memberikan pesan agar kami berbagi cara pandang yang berbeda dengan orang lain dalam pengasuhan anak. Kemudian sama-sama membuka mata kita, bahwa kita perlu berbenah diri dan pengetahuan untuk mewujudkan generasi emas yang lebih baik. Bukan berarti orang tua kita dahulu gagal, tetapi ada yang perlu kita perbaiki dalam kualitas pengasuhannya. Saya pun masih berjuang untuk memperbaiki diri dan meningkatkan pengetahuan sebagai seorang ibu. Saya pribadi bukan lah orang dengan kecerdasan kinestetik yang baik. Sehingga ini menjadi tantangan tersendiri menghadapi Hamizan. 

Berkumpul dengan komunitas ibu-ibu profesional, membuat saya belajar bahwa pengasuhan tidak hanya persoalan turun temurun. Namun, ilmu yang harus dipelajari.


[1] https://media.neliti.com. Sari, Mulya. Peningkatan Kecerdasan Kinestetik Melalui Kegiatan Bermain Air. Online: diakses 10 Januari 2018
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar