Minggu, 17 Desember 2017

Mendidik Generasi Emas Dengan Memanfaatkan Usia Emas Sebaik-baiknya



Bicara soal mendidik anak, mungkin saya orang yang baru menjalankan pengasuhan untuk anak. Tetapi semangat untuk melakukan pendidikan terbaik untuk anak, saya berdiri digaris depan. Demi apa??? Demi terciptanya anak-anak yang bahagia dan mampu menemukan peran spesifik nya hadir dimuka bumi Allah ini. 


Beberapa waktu lalu saya mendapatkan undangan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Pasaman. Saya menghadiri kegiatan sosialisasi pencegahan kekerasan terhadap anak. Narasumber nya diundang dari Bandung, namanya Bapak Hadi Utomo. Beliau beraktifitas di Yayasan Bahtera Bandung, yayasan yang fokus pada anak. Beliau menyampaikan bahwa orang tua yang gagal mendidik diri sendiri, akan mudah gagal mendidik anak. Orang tua yang gagal mengasuh diri sendiri, akan mudah gagal mengasuh anak. 

Saya jadi bertanya-tanya, bagaimana saya? Bagaimana kami sebagai orang tua?

Saya jujur bahwa saya belum bisa sepenuhnya menjadi orang tua yang baik untuk anak. Karena kadang kala masih belum bisa mengontrol emosi. Kadang tanpa sadar membentak anak, tanpa sadar bernada suara tinggi. Begitulah proses belajar menjadi orang tua. Penuh perjuangan dan masing-masing kita beda dinamikanya. 

Pak Hadi juga menyampaikan kita sebagai orang tua yang dahulu nya mendapatkan pengasuhan dengan kekerasan. Maka kita juga rentan gagal asuh dan gagal Didik, sehingga anak rentan gagal jiwa. Muaranya adalah lingkaran kekerasan. Anak merupakan produk dari orang tua, bagaimana anak maka seperti itu lah orang tua.

Saya terhenyak seketika, mengevaluasi diri. Apakah saya tengah menjalankan pengasuhan dan pendidikan untuk anak sekarang juga rentan gagal??? Karena saya dibesarkan dalam keluarga yang penuh kekerasan. Belum lagi suami yang mudah sekali emosian. Kemudian langsung berbicara dengan nada tinggi. Kelemahan saya, mudah terpancing emosi ketika orang berbicara dengan nada tinggi. Dalam hati menangis, bagaimana ini??? Apakah kita akan mewarisi kekerasan juga kepada anak??

Saya dikejutkan dengan kalimat ini,"Otak yang kokoh adalah otak yang di 3 tahun pertama hidup dalam kasih sayang, penuh cinta kasih". Ya Allah....... Apakah saya sudah memberikan kasih sayang dan penuh cinta kepada anak?? Tentu saya menilai diri sendiri masih jauh dari kata sempurna, walaupun kesempurnaan bukan milik kita. Saya yang perfeksionis ini, mengukir janji dengan diri sendiri. Berusaha dan terus belajar memperbaiki diri untuk memaksimalkan 1000hari pertama kehidupan anak. Memupuk kasih sayang dan cinta kasih untuk bertumbuh dan berkembangnya otak anak dengan sempurna. Dengan otak yang bebas dari hardikan, bentakan, teriakan dan kekerasan sama halnya kita memberikan kesempatan neuron-neuron diotaknya tersambung dengan baik. Ketika neuron itu tersambung dengan baik, maka kecerdasan anak menjadi bonus nya bagi kita.

Memukul anak berdampak buruk pada psikologis anak, tetapi membentak anak jauh lebih buruk!!! Kalimat ini membuat saya semakin semangat untuk memperbaiki diri. Karena ini juga berpengaruh pada mental anak. Mental dibentuk perlahan dan dari kecil. Bagaimana anak akan menjadi percaya diri, kalau kita selalu menyalahkan apa yang dia lakukan. Bagaiman anak akan yakin terhadap keputusan yang dia ambil, kalau kita tidak pernah melibatkannya dalam mengambil keputusan. Bagaimana anak akan belajar mandiri, kalau kita tidak pernah percaya akan kemampuan diri nya untuk berlatih dan berproses. 

Apa yang kita lakukan ketika anak makan menggunakan piring kaca, lalu dia bawa jalan dan kemudian pecah?? 



Ada yang marah? Ada yang langsung mengeluarkan kata-kata mutiara? Ada yang menyalahkan anak? Ada yang tenang?

Semua nya mungkin pernah kita lalui. Saya masih belajar untuk tenang menghadapinya. Dari usia anak 7 bulan, sudah tidak terhitung berapa perlengkapan pecah belah kami yang pecah. Pernah blender yang baru saya beli 2 hari, lalu pecah tersinggung tangan anak. Saya tidak marah, saya berusaha tenang dan meletakan anak jauh dari pecahan kaca. Saya membereskan pecahan tersebut. Beberapa hari yang lalu dia juga memecahkan piring makan, ayahnya meletakan dia ke tempat yang aman dan membereskan pecahannya. 

Saya ingat Pak Hadi menyampaikan ini ketika acara itu, terjadi persoalan oleh anak maka hadapi dengan tenang. Ini mengajarkan ketenangan pada anak ketika menghadapi krisis dan menghormati orang tua. Karena orang tua menyikapi dengan tenang dan tidak menyalahkan. Ketika anak melanggar maka luruskan dengan bijak, sopan dan simpati itulah perlindungan anak. Hak anak mendapatkan pendidikan dan pengasuhan yang baik dari orang tua, sehingga orang tua wajib memberikan hak tersebut.

Kuliah di Institut Ibu Profesional, Ibu Septi menjelaskan bahwa kita harus fokus pada solusi bukan masalah. Saya mencoba untuk menginternalisasi konsep ini dalam setiap persoalan. Fokus pada solusi dari persoalan dan masalah yang datang. 

Mendidik GENERASI EMAS dengan memanfaatkan USIA EMAS sebaik-baiknya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar