Pesan
ketika belajar sejarah dibangku sekolah adalah “jangan sekali-kali melupakan
sejarah”. Ini memang menjadi satu catatan penting bagi kita generasi
penerus, sejarah sebuah masa yang menghantarkan kita pada masa sekarang. Aktor
sejarah itu kita kenal dengan istilah pahlawan. Orang yang berpengaruh karena
keberaniannya dan menyediakan diri dalam membela kebenaran atau perjuangan bagi
bangsa, Negara dan agamanya.
Berapa
jumlah pahlawan di Indonesia? Siapa saja mereka? Kita mungkin tidak tahu secara
keseluruhannya, kita hanya tahu pahlawan yang diajarkan ketika belajar sejarah
saja atau yang telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Karena itu yang
harus kita hafal sebagai persiapan ujian nantinya. Padahal begitu banyak orang
yang telah menyediakan dirinya dalam membela kebenaran bagi bangsa, Negara dan
agamanya. Meskipun mereka tidak termasuk dalam daftar panjang nama-nama
pahlawan nasional yang ditetapkan oleh Presiden Indonesia, namun mereka telah
mengukir sebuah sejarah dan turut serta memberikan dampak positif disetiap masa
perjuangannya. Aktor sejarah pada sebuah organisasi pelajar yaitu Pelajar Islam
Indonesia (PII) pada 4 Mei 1947 di Yogyakarta adalah Joesdi Ghazali, Anton
Timur Djaelani, Amien Syahri, dan Ibrahim Zarkasji. PII berperan aktif pada masa pasca
kemerdekaan Republik Indonesia. Para pelajar yang terhimpun dibawah organisasi
PII, mengambil peran untuk meraih kemerdekaan Indonesia yang sesungguhnya. Secara
khusus Jenderal Sudirman mengapresiasi peran PII dalam pidatonya pada
peringatan Hari Bangkit I PII tahun 1948 di Yogyakarta :
"Saya ucapkan
banyak-banyak terima kasih kepada anak-anakku di PII, sebab saya tahu bahwa
telah banyak korban yang telah diberikan oleh PII kepada negara. Teruskan
perjuanganmu. Hai anak-anakku Pelajar Islam Indonesia. “Negara di dalam penuh
onak dan duri, kesukaran dan rintangan banyak kita hadapi. Negara membutuhkan
pengorbanan pemuda dan segenap bangsa Indonesia."
Sekarang
kita sudah merdeka dan tidak berarti kita berhenti melahirkan pahlawan. Banyak
hal yang dapat kita lakukan untuk kemajuan Negara ini, kita tidak boleh lenggah
dengan kejayaan masa lalu. Perjuangan kita masih panjang sebagai pewaris
semangat juang para pahlawan. Termasuk semangat juang mereka dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa yang tertuang pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan kita
bacakan setiap upacara bendera disekolah.
Namun
itu belum terealisasi dengan baik, pelajar hari ini melekat dengan kenakalan
remaja. “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang
tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal, kata Kartini
Kartono”. Tawuran pelajar salah satu bentuk kenakalan remaja dan fenomena
sosial yang menggejala ditengah masyarakat pelajar. Tawuran tidak hanya di Kota
Padang saja, tapi di berbagai wilayah juga terjadi. Ini menjadi pembicaraan
serius pada tatanan nasional, Mentri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan
peraturan mentri tentang pencegahan kekerasan dan tawuran pelajar serta
penanganannya, termasuk di antaranya mengatur soal sanksi yang dapat
dijatuhkan.
Tawuran
pelajar di Kota Padang terjadi pada hari Jum’at dan atau Sabtu di RTH Imam
Bonjol. Sepanjang tahun 2011 terdapat 8 kasus tawuran yang tercatat oleh pihak
kepolisian Kota Padang dan ini meningkat dari tahun 2010 sebanyak 4 kasus.
Untuk tahun 2012, bisa dilihat sendiri berapa kali tawuran terjadi di RTH Imam
Bonjol dan dipublikasikan diberbagai media lokal. Hasil penelitian skripsi saya
yang berjudul “Makna Tawuran Bagi Pelajar Dan Upaya Penanggulangannya Di Kota
Padang”, menjelaskan bahwa pelajar memaknai tawuran sebagai salah satu media
untuk memperlihatkan eksistensi diri pelajar SMK, Tawuran ajang memperbanyak
teman, sebagai tradisi dan bersenang-senang. Beranjak dari pemaknaan tersebut,
sehingga tawuran menjadi tindakan yang diwarisi oleh generasi ke generasi
pelajar.
Tindakan manusia terdiri dari pertimbangan atas berbagai
hal yang diketahuinya dan melahirkan serangkaian kelakuan atas dasar bagaimana
mereka menafsirkan hal tersebut. Hal-hal yang mempertimbangkan itu mencakup
masalah seperti; keinginan dan keamanan, tujuan dan sarana yang tersedia untuk
mencapainya, serta tindakan dari orang lain, gambaran tentang dirinya dan mungkin
hasil cara dari bertindak. Herbert
Blumer yang menjelaskan prilaku sosial individu dan mengemukakan 3 (tiga)
premis, yaitu :
- Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu pada mereka.
Pelajar yang terlibat dalam tawuran, adalah pelajar yang
bertindak atas makna yang terdapat pada tawuran tersebut. Sehingga mereka
melakukan tawuran tersebut berdasarkan makna yang melekat pada tawuran itu.
- Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain.
Makna
tawuran tersebut didapatkan oleh pelajar dari proses interaksi sosialnya dengan
orang lain atau kelompok pelajar yang terlibat tawuran, keluarga dan sekolah.
- Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial berlangsung.
Makna
yang telah didapatkan oleh pelajar ini akan terus di internalisasi seiring
dengan proses interaksi sosial yang semakin intensif antara pelajar tersebut.
Blumer, menghasilkan konsep tindakan bersama. Pola
tindakan bersama mengalami perulangan dan dipandu oleh sistem makna yang sudah
mapan seperti kultur dan ketertiban sosial. Tawuran merupakan tindakan bersama
yang telah dimaknai oleh kelompok tertentu dan menjadi kultur bagi kelompok
tersebut. Pelajar yang melakukan tindakan tawuran, mempunyai tujuan tertentu
yang akan dicapai melalui tindakan tawurannya tersebut. Mungkin bagi pelajar
tersebut tawuran akan menemukan pengakuan akan eksistensi dirinya dan pengakuan
bahwa dia adalah ”jagoan”.
Hari ini, tawuran pelajar menjadi satu persoalan yang
harus diperjuangkan oleh pelajar itu sendiri. Karena akan percuma yang
dilakukan oleh Polisi, Dinas Pendidikan, Sekolah dan orang tua, jika pelajar
tidak mendukung dan berperan serta aktif untuk melawan tawuran. Pelajar menjadi
pahlawan melawan tawuran. Student to Day, Leader Tomorrow!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar