Jumat, 24 Maret 2017

“ME TIME nya WORKING MOM”


Dari jaman sekolah sampai sekarang saya perempuan yang tidak pernah hanya diam dirumah saja, terbiasa untuk beraktifitas di organisasi sehingga menggantarkan saya sebagai aktifis perempuan. Bagi saya itu sebuah kebanggaan tersendiri, karena terlahir dari keluarga broken home sehingga saya tidak pernah merasa nyaman berada dirumah. Tetapi saya bisa berkiprah ditengah-tengah masyarakat dengan nilai-nilai positif.

Masa saya berstatus anak didalam keluarga tentu jauh berbeda dengan sekarang, sebagai ibu satu orang anak yang masih berumur 7 bulan dan bekerja diranah publik. Tidak ada cerita lagi soal kebebasan beraktifitas diluar rumah sebagaimana biasanya. Saya juga mencoba membatasi diri beraktifitas diluar rumah, agar tidak terlalu banyak kehilangan waktu bersama anak. Semua pemikiran terasa penuh untuk anak, mulai dari bagaimana makan anak selama saya tinggal, ASIP nya apakah cukup atau tidak, buah apa yang akan dia makan untuk snack nya dan menu apa yang akan saya siapkan untuk esok hari. Belum lagi tumpukan cucian, piring kotor, memasak, baju yang akan disetrika segunung dan kerjaan kantor yang tidak ada hentinya. Hal yang paling bikin stres itu, ketika semua pekerjaan harus diselesaikan segera dan anak bayi ini juga lagi demo akan perhatian bunda nya. Lebih dramatisnya, bertepatan dengan jadwal PMS saya. Kejadian ini benar-benar menguras emosi dan energi.
Ingin teriak sebenarnya…… Ingin bilang,”Saya mau bebas…. Saya mau jalan-jalan… mau makan diluar… mau ikut acara pelatihan…. Pokoknya ngak dirumah!!”.
Teriakan sekeras apapun, kalau hanya didalam hati tetap aja ngak akan ada yang respon. Dibicarakan dengan suami pun, pertimbangannya hanya satu yaitu “UANG”. Gimana mau jalan-jalan kalau ngak ada uang, gimana mau pergi makan diluar kalau ngak ada uang.
Padahal ngak sesulit itu juga yah… Saya hanya butuh waktu untuk memanjakan diri sendiri saja. Butuh waktu untuk sejenak rehat dari aktifitas “kerumahtanggaan”, karena aktifitas itu terlihat sepele tapi butuh energi yang luar biasa apalagi saya sebagai perempuan yang juga bekerja diranah publik. Rumah seperti kantor pertama saya.  
Saya juga ngak minta jalan-jalannya ke Raja Ampat, jalan-jalan sore keliling dengan motor saja itu sudah “me time” bagi saya. Kenapa?? Karena udah ngak dirumah lagi, ada hal yang berbeda saya lihat selain keseharian dirumah dan kantor. Jalan-jalan ini kan ngak butuh uang banyak?? Hanya bensin motor satu liter aja dan itu sudah buat fikiran saya segar kembali. Hehehe
“Me time” saya juga bisa dengan makan diluar rumah, sekedar jajanan dikaki lima pun cukup bagi saya. Karena saya biasanya kalau sudah stres, suka makan banyak. Jadi lebih gendutan kalau saya stres. Ada kepuasan tersendiri bagi saya, kalau bisa makan diluar rumah. Setidaknya perut kenyang dan selera berganti. Hehehe….
Mengikuti acara pelatihan atau saya yang jadi fasilitatornya, itu membuat hati saya berbunga-bunga bahagia. Itu adalah waktu saya memanjakan diri saya dengan ilmu dan pengetahuan. Mendapatkan kesempatan itu membuat saya lebih optimis untuk menjalankan kehidupan dirumah. Terasa ada energi positif yang mengalir deras didalam tubuh setelah acara pelatihan itu. Apalagi acaranya terkait dengan pendidikan untuk perempuan dan anak. Saya menjadikan kegiatan itu sebagai “me time”. Berbagi pengetahuan dengan orang lain, membuat kita menjadi lebih bermanfaat. Respon balik dari orang lain dengan segala pengalaman hidupnya, membuat saya semangat berkarya dan berkiprah dirumah untuk anak.
Menggunakan gadget dan berselancar didunia maya adalah hal yang membuat saya bebas berekspresi. Maka dari itu saya butuh waktu untuk “bebas online”. Punya anak bayi yang mulai aktif ini, saya lebih hati-hati menggunakan gadget didekatnya. Karena saya secara pribadi tidak mendukung penggunaan gadget bagi balita, sementara dia melihat gadget selalu ingin mengambilnya. Sehingga perlu bagi saya waktu yang bebas untuk sekedar chit-chat di WhatsApp tanpa gangguan dari anak dan suami. Atau waktu bebas untuk saya mengisi blog, sekedar berbagi tulisan dan cerita. Bagi saya dengan “bebas online” ini adalah “me time” nya saya sebagai “working mom”.  
Bagi saya “me time” tidak mesti mahal dan menguras waktu. Cukup dengan melakukan kegiatan diatas, saya sudah berhasil memompa semangat saya untuk kembali berada pada peran sebagai “ibu satu anak”.
************
Saya diberi nama oleh orang tua Mittya Ziqroh, panggilan akrab Tya. Lahir pada tanggal 21 Januari 1990 di Kota Payakumbuh, anak pertama dari pasangan Jonsmi dan Emawati. Lulus kuliah dari Sosiologi Universitas Andalas pada tahun 2012. Aktif di organisasi Pelajar Islam Indonesia dari tahun 2005. Sekarang aktif di Lembaga Pusat Studi Nagari  dan Forum Aktifis Perempuan Muda (FAMM) Indonesia.

Tya menikah pada umur 24 tahun dengan Syamsul Bahri. Pada umur 26 tahun tya memiliki bayi mungil bernama Hamizan Asyam. Keluarga kecil ini hidup bersama di Kabupaten Pasaman, satu-satu nya kabupaten yang dilewati jalur katulistiwa di Sumatera Barat. Tya sudah terlibat dalam dua penulisan buku ontologi, PANDORA dan MAHINA MASOHI.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar