Selasa, 25 September 2012

Sosiologi Agama



Pertanyaan persentasi:
1.    Bagaimana agama dijelaskan dengan pendekatan fungsional dan bagaimana contoh nya?
Jawab : dalam pendekatan fungsional agama dijelaskan melalui keberfungsian suatu agama dalam suatu masyarakat. Melihat fungsi maka kita akan bercermin kepada institusi atau lembaga yang mewadahi agama tersebut. Sehingga disini kami menjelaskan bagaimana lembaga atau institusi agama berfungsi dalam masyarakat dan ditinjau dari perspektif fungsional. Dalam menjelaskan agama dari perspekif fungsional ini, maka kita akan meninjau dari dua sisi yaitu, fungsi manifest dan fungsi laten dari keberfungsian lembaga agama tersebut serta bagaimana pola tingkah laku keagamaan dari orang-orang yang beragama.

 Fungsi manifest dari institusi atau lembaga agama adalah suatu tempat yang mewadahi masyarakat dalam menjalankan kegiatan beragamanya mereka. Hal ini dapat kita lihat dalam organisasi keagamaan seperti, Muhammadiyah, NU, Ahmadiyah, Salafi, dll. Tujuan adanya organisasi ini yaitu untuk memberikan tempat bagi masyrakat dalam menjalankan aktifitas beragama dan membentuk arahan yang jelas dalam beragama.

Jika kita tinjau dari fungsi laten dari suatu institusi tersebut, maka institusi mampu melihatkan bagaimana tingkat keterikatan anggota. Kita juga bisa melihat betapa fanatiknya suatu anggota institusi terkait bagaimana cara mereka beragama tersbut. Sikap fanatik yang mereka miliki berdampak laten terhadap polatingkah laku mereka yang terkadang mencap masyarakat lain kafir dan salah dalam beragamanya mereka. Institusi juga mampu membirikan sumbangsih konflik antar institusi, contoh kasus kelompok ahmadiyah dengan masyarakat non-ahmadiyah. Fenomena ini melihatkan dampak laten dari suatu institusi.

Poin penting dalam pendekatan fungsional ini adalah bagaimana kita memandang agama dari berbagai sisi, yaitu:
·         Sumbangan agama terhadap pemeliharaan masyrakat
·         Agama dan pengintegrasian  nilai – nilai
·         Agama dan pengukuhan nilai - nilai

2.    Bagaimana agama dijelaskan dalam konsep modrenisme?
Jawaban       : Dalam konsep modrenisme, masyarakat dipandang sekolompok orang yang bersifat heterogen dan memiliki perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mutakhir. Pada masyarakat modren nilai – nilai sakral sudah mulai luluh seiring dengan perkembangan masyarakat dari segi IPTEK. Nilai – nilai sakral pada masyarakat modren dianggap hal – hal yang harus dipisahkan atau yang mesti disisihkan dari kehidupan sosial mereka, sehingga sekulerisme  menjadi ideologi mereka.

Secara sederhana pada kondisi masyarakat modren agama dapat dipengaruhi oleh :
·         Industri           : perkembangan industri dapat memberikan sumbangsih dalam memandang agama dan cara masyarakat menjalankan agama. Pada masyarakat industri berorientasi pencaria kapital sebesar – besarnya, sehingga masyarakat cendrung memisahkan kehidupan beragama dengan persoalan ekonomi mereka.
·         Teknologi      : perkembang pesat dunia teknologi memberikan  kontribusi terhadap cara beragamanya masyarakat, dimana masyrakat mulai lengah dengan benda – benda teknologi yang hadir dan mulai memisahkan persooalan agama dengan teknologi.
·         Pendidikan   : dalam masyarakat modren pendidikan agama mulai terminimalisir, karena orientasi ilmu yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat modren adalah ilmu – ilmu pasti dan yang mendukung bagaimana perkembangan dari IPTEK tersebut. Sehingga pendidikan menjadi wadah pemisahan cara masyarakat beragama.
·         Nilai                : nilai juga mengalami perubahan, pergeseran nilai – nilai keagamaan mewujudkan bentuk sekulerisme tersebut.

3.    Apa batasan yang jelas mengenai defenisi agama yang dikemukakan oleh ahli sosiologi?
Jawaban       :
·         Aguste Comte           : memandang adanya tiga alur fikir dalam mencapai suatu ilmu, maka dari itu agama juga demikian halnya. Dimana  agama merupkan suatu jawaban dari alur fikir manusia yang dipandang dari tiga tahap yaitu, Teologis, Metafisik, Dan Positifistik. Pada dasarnya comte menjelaskan batasan agama pada terciptanya keteraturan sosial. Agama merupakan dasar untuk “konsensus universal” dalam masayarakat dan juga mendorong identifikasi emosional individu dan meningkatkan altruisme. Secara positifistik agama didasrkan pada kekeliruan intelktual asasi yang mula – mulai berkembang di saat – saat awal perkembangan intelektual manusia.
·         Karl Marx       : marx menjelaskan agama merupakan institusi yang sengaja diciptakan, dimana kepercayaan – kepercayaan agama tidak memberikan pengaruh paling penting terhadap perilaku, tetapi kepercayaan agama mencerminkan faktor sosial ekonomi yang mendasar. Marx dalam piramid kehidupan sosialnya meletakkan fondasi awalnya adalah ekonomi, karena dengan ekonomi semua segmentasi kehidupan dapat berjalan.
·         Sigmund Freud        : merupkan psikoanalisis, beliau menjelaskan agama merupakan ilusi manusia. Karena agama mampu memberikan efek terhadap kejiwaan seseorang,  melalui agama bisa menyebabkan seseorang gila.
·         Emile Durkheim       : corak utama dari agama apa saja dalam pandangan durkheim adalah berhubungan dengan suatu dunia yang suci. Dia mendefenisikan agama sebagai suatu sistem terpadu mengenai kepercayaan – kepercayaan, praktek – praktek yang berhubungan dengan benda – benda suci. Kemudian kepercayaan – kepercayaan dan praktek – praktek tersebut menyatu dalam suatu komunitas yang disebut umat (gereja). Pengalaman agama dan ide tentang yang suci adalah produk kehidupan kolektif; kepercayaan dan ritus agama juga memperkuat ikatan – ikatan sosial dimana kehidupan kolektfi itu berada. Dengan kata lain hubungan agama dan masyarakat memperlihatkan saling bergantungan yang sangat erat.  Durkheim juga memahami bahwa kepercayaan agama tertentu dan ritus – ritusnya mencerminkan atau memperkuat struktur sosial dan prinsip – prinsip moral yang menjadi landasanya.
4.    Bagaimana menurut kelompok penyaji mengenai konsep karl marx tentang “agama adalah candu”?
Jawab            :  menurut kami agama merupakan candu bagi masyarakat, dimana, masyarakat akan melakukan aktifitas bergamanya masyarakat secara berulang – ulang. Sehingga akan terjadi keterikatan masyarakat dengan beragamanya masyarakat tersbut.

Jhonson, Doyle Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modren. Jakarta: PT Gramedia

#tugas semester berapa ya???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar